Minggu, 04 Januari 2015



ENTAH SAMPAI KAPAN?
Entah sampai kapan Tuhan, aku akan seperti ini. Ketika rasa sayang yang tak akan pernah mendapatkan balasan yang semestinya olehnya. Rasa sesakpun ku rasakan dan tak luput penyesalan yang besar selalu menghampiriku.
                Apakah rasa yang kualami ini memang benar atau sudah menyalahi kodratku sebagai makhluk ciptaanmu Tuhan?
                Mengapa engkau masih memberikan nafas lega untuk hambaMu ini oh Tuhan? Setelah ku tahu klimaks dan hasil final yang kulakukan ini ternyata tak seindah yang aku harapkan :’(
              Aku tau apa yang kau harapkan  tak semudah membalikkan telapak tangan riwayat yang kau
Lalui terlalu berliku-liku seiring desah nafas yang menghembus dari dada   bergemuruh       menderu
Kau ibaratkan kapal di tengah samodra , terombang- ambingkan air kehilangan arah   TAPI    TUHAN
Selalu melindungimu hanya dengan keyakinan , kemauan , kesabaran jalan lurus pasti ketemu.



SAJAK NESTAPA

Dalam batin aku menangis lirih. Dalam sepi dan lara yang teramat dalam. Arti akan sebuah penyelasan hidup. Yang tak sehaluan dengan manisnya arti suci.
Tak sayup, tak rendah, tak sejalan dengan arti suci sebenarnya. Yang kadang kita salah untuk menafsir takdir kita yang hendak diambilnya.
Tetesan air mata yang mengalir deras ketika kesempurnaan tergores tinta kelam kehidupan. Maka akan menodai semua dari sebuah butir kesempurnaan yang seharusnya abadi kini hanya tinggal nama. Maka akan rusaklah akan semua bayang semu yang indah dan akan membelokkan segala cahay terang yng semestinya datang untuk kita.
Usaplah keningan air mataku yang hendak mengalir ke pelupuk bumi pertiwi. Pengabdian hidup kepada seseorang yang tak dikenalnya dan yang tak pasti untuk melangkah ke sebuah harapan besar.
Dan musnahlah semua angan ketika takdir yang pahit menerpaiku. Leburlah semua anganku. Ketika itu aku tahu orang yang sesungguhnya memakai topeng kebaikan yang di dalam topeng itu terdapat sebutir rayuan keras. Tak boosannnya aku melakukan kesalahn yang seharusnya aku tak mengambil itu. Tetapi apa daya, kini telah menjadi arang kelabu. Dengan kenalnya itu aku maknai hidupku sebagai orang bodoh yang terlalu sulit melangkah ke jalan yang lebih baik.


SYAIR SANG PERINDU TUHAN
            Perjalanan kehidupan di dunia yang fana ini sangatlah kejam. Ketika takdir dan doa saling berkerumun menghampiri dan lisanpun berkata. Tak kala cahaya mentari menyinari gelapnya kehidupan dan bulan menghampiri kerinduan nestapa dengan sang pencipta alam. Sunyi, sepi, duka dan lara terasa amat pedih mengiringi langkah perjuangan batinku.
            Tersimpan kelam dalam sunyi sepetik cucuran mentari hingga sedia kala senja menegukkan pancarnya. Bergelutkan kisah agung dari hamba yang tak tertanam dalam jiwa. Berkeringkan sayap sang penjaga hati dari pencipta karya semesta. Tak rencu meski bayang tak pasti mendekati sesayup raga.
            Takkan pernah tersiratkan rasa welas asih terhadap apa yang akan tercurakan. Bukan curahan asli dari sang pedarahku. Darah yang kini tak tahu arti goresan secarik tinta hidup.
            Apa yang hina dalam diriku? Hingga entah mengapa takdirku digariskan besar menjadi seperti ini. Tak pernah terangankan dan terbayangkan ketika aku akan berpadu pada rerumpunan permasalahan dan pernasiban ini? Ingin ku bertanya pada sang pencipta alam, tapi ketika itulah aku tak sanggup membualkan isi dan inti permasalahan ini. Entah apa yang harus aku lakukan. TUHAN...........
            Tak pernah aku melihat seberkas cahaya untuk selalu mengiringi hidupku yang kelam ini. :’(
            Pada kisahku ini, Tuhan... Jagalah dia selalu yang aku anggap benar-benar sosok pendewasaku, sosok penyemangatku, sosok yang kusebut ayah bagiku.
            Entah apa yang dilakukannya. Baik atau buruknya tolong ridhoi setiap langkahnya kemanapun dia pergi. Ku benar-benar sayang padanya meski ku tahu bukan hanya aku seorang yang ada disamping dan dihatinya. Sempat ku temukan orang yang didekatnya yang serupa denganku. Entah dia berbuat apa, tapi akku mohon padaMu Tuhan agar selalu mengilhami setiap jengkal kakinya. Rasa sayangku padanya takkan pernah pudar seperti bak mentariMu Tuhan...
            Berikanlah penerangan jiwa pada kami (aku dan sosok pendewasaku) oh Tuhan..
Aku ingin selalu bersamanya untuk melangkah dan melakukan kebaikan dan ingin selalu berada dijalan lurusMu. RIDHOI KAMI, TUHAN.........